Selasa, 26 Februari 2019

NADZHOM AQO'IDUL IMAN

Lagu Indah Fajri - Rindu Rosul #MusikSehatSholawat

PENEMUAN 16 TITIK KUBURAN MASSAL DI PURWODADI



DINI hari, sekira pertengahan awal November 1965. Desa Toroh, daerah Purwodadi, Jawa Tengah, masih sangat sepi. Bulan purnama pun masih terang.
“Saya dijemput empat orang polisi dari Purwodadi. Mereka sampai di rumah sekitar pukul 03.00 pagi. Sejak itu saya langsung dibawa ke Kamp Lusi, yang terkenal dengan nama Gudang Seng di Kota Purwodadi,” ujar Kandar Sumarno, 77 tahun, kepada Historia.
Kandar mendekam di Kamp Gudang Seng sejak November 1965 hingga Januari 1966 tanpa proses hukum. Pada Februari 1966, dia menghabiskan masa hukuman 14 tahun di Penjara Nusakambangan, lepas pantai selatan Jawa Tengah. Selama di Kamp Gudang Seng, dia menyaksikan setiap malam truk-truk tentara mengambil sekira 50 orang kawan-kawannya untuk dieksekusi.
“Kalo sejak 1965 sampai 1968 banyak yang dieksekusi di daerah Monggot. Kemudian antara 1968 hingga 1969, katanya banyak yang dieksekusi di daerah Waduk Simo,” ujar penyintas eks Barisan Tani Indonesia cabang Toroh ini.
Lokasi pembantaian itu diamini Bedjo Untung, ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) saat menggelar konferensi pers singkat di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, (15/11).
“Kedatangan saya ingin melaporkan penemuan kembali kuburan massal. Jadi, YPKP perlu menyampaikan tentang kuburan massal antara 1965-1969. Sekarang saya datang untuk menambah bukti kuburan massal yang semula ada 122 titik di Indonesia, kemudian ditambah lagi 16 titik di daerah Purwodadi. Dengan demikian menjadi 138 titik,” ujar Bedjo.
Peristiwa pembantaian di Purwodadi ini dimuat di harian KAMI, 26 Februari 1969, bertajuk “Gelombang Pembantaian Selama Tiga Bulan di Purwodadi.” Pada hari sama, harian KAMI juga memuat wawancara dengan Haji J.C. Princen, anggota Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia, yang telah melakukan perjalanan selama seminggu di Jawa Tengah. Mengenai kasus Purwodadi, Princen mencatat bahwa sekira dua ribu hingga tiga ribu penduduk Purwodadi yang terindikasi komunis sudah meregang nyawa. Pasca laporan itu, beberapa harian lain seperti Indonesia Raya dan Sinar Harapan menurunkan laporan serupa pada Maret 1969.
“Laporan dari Princen itu memang menjadi acuan awal. YPKP pun mengumpulkan bukti baru dari kesaksian yang masih hidup di sana dan mengetahui lokasi-lokasi pembantaian dan menjadi kuburan massal di Purwodadi,” ujar Bedjo.
Bedjo merilis untuk pertama kali 16 titik kuburan massal di daerah Purwodadi antara lain Kali Genjing, Kali Glugu, Pesantren Kali Aren, Bui Jati Pohon Kamp Takhrin, Jembatan Bandang, Waduk Simo, Pasar Kuwu, Waduk Langon, Sendang Tapak, Pangkrengan, Daplang, Tegowanu, hutan Monggot, Kedung Jati, hutan Sanggrahan, dan Mojo Legi.
"Jumlah korban terbesar di daerah Monggot lebih dari 2000 orang. Jumlah seluruh korban mencapai 5000 orang," kata Bedjo.
Saat konferensi pers berlangsung, di muka gedung Komnas HAM terparkir sebuah mobil komando lengkap dengan pengeras suara. Mereka menamakan diri Gerakan Pemuda Anti Komunis.
“Buat komisioner Komnas HAM yang bertugas 2017-2022, kalo ente biarin itu Bedjo Untung dan kawan-kawan, maka enggak sampai 2022 ente. Ane gulingin,” ujar Ade Selon, panglima Gerakan Pemuda Jakarta, yang berorasi di atas mobil komando.
Tiga orang anggota aksi kemudian bersikeras menemui salahsatu komisioner Komnas HAM. Mereka diterima anggota komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, di ruang pengaduan.
“Kami meminta komisioner untuk tidak memproses segala laporan apapun yang dilakukan YPKP dan Bedjo Untung, dan kami memandang tidak ada tempat lagi bagi komunis di negeri ini,” ujar Rahmat Himran, ketua umum Gerakan Pemuda Anti Komunis.
“Kami menerima segala laporan. Jangan berprasangka negatif dulu, mari kita bekerjasama membenahi ini semua,” ujar Amir. Ketiga wakil pendemo kemudian keluar dari ruang pengaduan.

Perang Puputan Margarana tahun 1946 ?


Pemakaman sejumlah pemuda yang menjadi korban dalam Puputan Margarana, 1946.
Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda dalam masa Perang kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 20 November 1946. Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai.
Foto: W.F.J. Pielage




YA ALLAH, KUATKAN DAKU~


YA ALLAH, KUATKAN DAKU


Salam kepada semua.

Sesiapa yg terbaca blog ini atau pengikut yg setia, seharusnya sedar yg ini merupakan post yg baru setelah lama menyepi. 

Sungguh kita merancang, tapi perancangan Allah itu lebih tepat. Dan Allah tidaklah mengubah nasib sesuatu kaum ataupun individu, melainkan kamu sendiri yg berusaha ke arah itu.

Aku adalah manusia biasa seperti ramai orang. Ada rasa malas. Ada rasa kehilangan punca. Rasa dalam hati, mahu tutup blog aje blog ini. 

Namun, aku ingatkan hati ini... Blog ini bukan untuk aku tunjuk baik. Blog ini adalah untuk aku buat baik bagi menampung lompang dosa dan maksiat yg mungkin tak terdaya dikambus dengan amalan fardhu yg aku usahakan. 

Hanya harapan diletakkan atas ihsan Allah supaya isi kandungan yg aku kongsi mendapat manfaat daripada bacaan kalian.

Sungguh banyak sangat kekurangan dan tidak mampu diceritakan sebagai layaknya dosa tidak boleh didedahkan. Allah tidak suka kita berbangga dengan dosa, apalagi membuka aib diri sendiri. 

Keampunan Allah itu sangat besar. Justeru jangan rasa tidak terampun. Namun bukan tiket tidak gerun untuk bermaksiat. 

Usahakanlah kebaikan walaupun sukar. Percayalah... Manusia lain juga mengalami kesukaran yg sama. Begitu juga para Rasul & Nabi mengalami kesukaran yg sama utk mengekalkan keimanan dan kesolehan. Bezanya kita dengan para anbia, mereka orang yg tekad dan bersungguh-sungguh sedangkan kita selalu berpura-pura.

Sekian daripada aku. Moga Allah bagi izin.. Bagi kuat utk terus menulis.

BIIZNILLAH.. BIIZNILLAH.. BIIZNILLAH.

BIIZNILLAH.. BIIZNILLAH.. BIIZNILLAH.



Biiznillah..
Biiznillah..
Biiznillah..
(dengan izin Allah)

Ada seorang hamba DIA.. sakit, lalu dia makan ubat. Akhirnya sembuh.
Ada seorang hamba DIA.. sakit, lalu dia makan ubat. Tidak juga sembuh.

Ada seorang hamba DIA.. belajar dengan tekun. Akhirnya dia lulus peperiksaan.
Ada seorang hamba DIA.. belajar dengan tekun. Tidak juga lulus peperiksaan.

Ada seorang hamba DIA.. berniaga dengan gigih. Akhirnya berjaya.
Ada seorang hamba DIA.. berniaga dengan gigih. Tidak juga berjaya.

Kata-kata di atas cuba sy pinjam daripada seorang budak tabligh yg pernah mendatangi sy suatu ketika dulu. Ia buat kita berfikir.. mengapa.. dengan ubat yg sama, dos yg sama tetapi tidak bisa menyembuhkan sakit dua orang berlainan. Atau mgkin juga pada org yg sama, pd masa yg lain.

Melihat kpd sirah Nabi Ibrahim.. dibakar hidup-hidup di dalam api. Setahu kita, api bersifat panas dan membakar. Akan tetapi tidak kepada Nabi Ibrahim. Dirasakan baginda api itu dingin dan tidak langsung membakar batang tubuhnya.

Saya juga melihat.. bagaimana dalam kehidupan, kita menyaksikan sepasang kekasih yang bercinta, merancang perkahwinan dan menunggu detik indah bersama, tetapi dipisahkan dengan maut beberapa hari sebelum diijab kabulkan.

Atau mungkin, si teruna ditinggalkan si dara.. atau sebaliknya.. padahal bagi dirinya, dia sudah berjumpa dengan pilihan hati. Maka bertandanglah kesedihan dalam hatinya. Berusahalah dia memujuk dengan pelbagai cara. Pilu hatinya berhari-hari, mungkin makan tahun.

Biiznillah.. Biiznillah.. Biiznillah.
Inilah yg ingin sy katakan. Ingin sy ingatkn diri sy.. kerana sy jg pernah bersedih ditinggalkan mereka. Dalam hal yg lain, sy juga pernah bertanya, mengapa ini terjadi.. kalau ia begini, pastinya jadi begitu.. jika tidak buat begitu, perkara ini tidak berlaku.. 

Apa yg berlaku, adalah Biiznillah (dengan izin Allah). Maka yakinlah DIA tidak zalim, tidak akan memberi sesuatu yg tidak berfaedah kpd hamba DIA. Jika ubat itu tidak menyembuhkan, maka sakit itulah penghapus dosa.. dan rintihan kesakitan bersama doa pengharapan itulah jalan yg mendekatkan kita kepada DIA. Sungguh DIA berbangga dgn para malaikatNya tatkala hamba bermohon kepada DIA.

Jika ketekunan belajar itu dibalas dgn kegagalan, maka yakinlah kegagalan menyebabkan kita belajar cara untuk berjaya.. menambahkan lagi ketekunan dan memberi rasa nikmatnya apabila kejayaan diperoleh hasil usaha yang bersungguh-sungguh.


Bila kasih terhenti di tengah jalan, ditinggalkan dia.. samada maut ataupn pilihannya, maka lihatlah kembali diri kita. Mgkin belum cukup bersedia. Atau mgkin baik kita, atau dia menjadi lalai kepada DIA dalam buaian cinta serakah kita. Juga bukan mustahil, DIA sediakan kita seorang bidadari dunia yg elok pekertinya.. untuk kita sebagai hadiah dari DIA. Alangkah baiknya juga kalau digantinya kita dengan syurga dan isinya.. sesungguhnya kekal di dalamnya.

Demi sesungguhnya, sy mesti yakin.. setiap usaha, akhirnya Biiznillah juga.

Biar sy perincikan maksud sy supaya tidak disalahertikan.
1. Usaha dan perancangan setiap perkara adalah wajib kerana setiap sesuatu ada asbab (sebab terjadi) dan sunnatullah (peraturan yang ditetapkan sesuai dgn sebab yg dijadikan Allah).
2. Penyudah segala usaha, atau hasilnya adalah Biiznillah. Mungkin tidak terjadi seperti yg kita harapkan dan mgkin lain daripada sunnatullah (macam contoh cerita Nabi Ibrahim).
3. Keyakinan mesti diletakkan bahawa DIA telah menetapkan sesuatu yang baik untuk kita samada kita menyukainya atau tidak. Mungkin yg tidak disukai adalah yg terbaik.. siapa tahu.

#Salah ke aku cakap? My opinion la.. hehe. Klu x stju pn xpe. Tp klu salah dr segi fakta, hkum fiqh ke.. bgtau ar. Aku pn bkn rjuk mana2 buku, kitab or pakar2 agama. Hrp korg je betulkn ape yg silap.#

AKU... DIA DAN DIA

Aku tanpa Nabi ku seorang pengembara sesat. Dia membimbing manusia ke arah Tuhan yang Esa. Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang kepada hamba-Nya. DIA sentiasa menunggu taubat mereka. Aku mahu mencari hati sebelum ia hilang... menghidupkan sebelum ia mati... menghambakan sebelum ia menjadi Tuhan.



BACA AL-QURAN DENGAN NIAT

Assalamualaikum kpd semua pembaca.
Di saat ini, jgn pernah lupa kita sangat disayangi. Segala jahat kita, tak pernah menjadi penghalang kpd kasih sayangnya. Apatah lagi baik kita, sentiasa dipujinya. Siapa dia yang menyayangi kita itu? Tak lain tak bukan ..... Allah.
Jahat kita tak akan mengurangi kasih sayang Allah. Dengan kasih-Nya, tanda demi tanda diberikan supaya kita sedar. Baik kita pula sentiasa dipuji di depan para malaikat.
Satu tanda besar menunjukkan kasihnya Allah adalah Al-Quran yang diturunkan kepada kekasih-Nya dan kekasih kita juga Rasul mulia Muhammad s.a.w.
Al-Quran itu adalah bersifat sempurna. Ia sudah dilengkapkan dan kekal hingga akhir zaman. Melalui lisan Rasulullah s.a.w. manusia diminta menjadikan kitab ini ikutan dan cara hidup. 
Alangkah malangnya saya, malangnya kita semua, kerana kitalah yang gagal mengikuti Al-Quran. Dunia merampas masa kita dengan Al-Quran. Ya Allah, berikan cinta kami untuk Al-Quran!
Persoalannya, adakah cukup sekadar membaca Al-Quran untuk kita dapat kelebihannya? Kitab ini sangat agung, saudara... Adakah peranannya hanya untuk dibaca?
Saya sekadar berkongsi satu peranan Al-Quran daripada banyak. Itupun tidak berani saya cakap jika bukan kerana pengalaman dan ilham daripada Allah sendiri. 
Saudara muslimin yang saya kasihi. Dan saya tahu, kamu semua sama seperti saya iaitu mahu hidup menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dari yang lebih baik.
Satu peranan Al-Quran itu adalah bacalah kitab ini dengan berniat terlebih dahulu. Selalu kita amik kitab ini dan terus baca tanpa berniat untuk mendapat apa-apa kelebihan lain selain niat mahu membaca Al-Quran.



Tak ada salahnya tuan-tuan dan puan-puan. Cuma kebaikan lain tidak sampai kepada anda dengan izin Allah melainkan pahala membacanya sahaja. Ya, saya tahu pahala itulah kebaikan! Akan tetapi saya maksudkan kebaikan lain yang masih luas di sisi Al-Quran itu!!
Mungkin saudara pernah mendengar Al-Quran itu penyembuh. Ya, ayat itu ada dalam Al-Quran. Dan setiap amalan bermula dengan niat, itu sabda Nabi S.A.W. Nah.... Jadi jika mahu Al-Quran itu menyembuhkan jiwa anda yang tengah hauskan iman, niatkan begitu sebelum membaca Al-Quran. 
Dan lagi... Jika mahu diberikan rezeki melimpah ruah, niatkan dan baca Al-Quran. Jika mahu jodoh, niatkan dan mulai membaca. Begitulah seterusnya. 
Insya Allah.. Tiada yang mustahil dengan izin Allah, berkat saudara yakin dengan Allah. Pasti.. Pasti dapat apa yang diniatkan. Lambat atau cepat terpulang kepada pemberi yakni Allah S.W.T.
Tuan-tuan dan puan-puan yang budiman. Allah itu Maha Pemberi. Maha Kaya. Sifat-Nya sedemikian mana mungkin menolak permintaan hamba-Nya. Walaupun hamba itu seorang pendosa. 
Dosa itu di sisi Allah tidak pernah menggugat keagungan-Nya. Percayalah. Jangan hilang kepercayaan kepada Allah, nescaya anda akan dipimpin syaitan ke pintu neraka. Nauzubillahminzalik. 
Ya Allah, aku hanya berkongsi. Semoga Engkau mengampuni apa yang salah daripada perkongsian ini. Engkau jua yang memiliki kesempurnaan. 


Mencari Dollar lewat Bitcoin ?


 

Senin, 25 Februari 2019

NO COPY RIGHT SOUNDS YOUTUBE 2019 MUSIK YANG TIDAK TERKENA COPYRIGHT

Nisa lg nyanyi tiba2 keselek biji udin..
Nisa : Ooooh Ya Jamaaluu Yaaa Jamaluu, Din..
Udin : kapan mau dilamar , Nis ?
Nisa Sabyaarrr dan Kabyuurr ke Mesir wkwkwkwk

 

PUITIS BANGET YA NENO WARIS-MAN ? #PUISI



Puisi doa Neno Warisman dalam acara Malam Munajat Akbar 212 di Monumen Nasional yang ditujukan untuk kemenangan kandidat Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menjadi pembicaraan luas di dunia maya mulai dari media sosial, masuk dalam google trend, hingga merembet ke percakapan platform chatting. Malam itu Neno mengatakan dalam doanya “Jika kami dibiarkan kalah, kami khawatir tidak akan ada lagi yang menyembahMu”.
Namun di luar itu kontes politik yang sedang berlangsung saat ini, benarkah jika Prabowo kalah, tidak akan ada lagi yang menyembah Allah SWT? Saya akan menyajikan analisa atas doa Neno Warisman berdasarkan angka-angka sederhana untuk anda.
Dalam analisa sederhana, ada dua alasan mengapa Neno khawatir Allah tidak akan disembah jika Prabowo kalah. Pertama karena kekecewaan politik atas kekalahan Prabowo dan kedua karena presiden terpilih akan merekayasa program sedemikian rupa sehingga penduduk Indonesia tak lagi menyembah Allah.
Baik, mari kita mulai dari yang pertama. Untuk menganalisanya, saya ingin melakukan mulai dengan dua langkah sederhana; pertama kita tentukan populasi umat Islam di Indonesia terlebih dulu. Kedua, kita asumsikan berapa persen pemilih Prabowo Subianto, (dengan asumsi bahwa komposisi pemilih berdasarkan agama pada kedua kubu adalah sama).
Kita mulai dari sensus 2010, di mana prosentase umat Islam di Indonesia sebesar 87,18 persen dari populasi jumlah penduduk.[1] Data BPS termutakhir menyebut bahwa populasi Indonesia tahun 2017 adalah sebesar 261 juta jiwa. Jika angka kita gunakan sebagai populasi terkini maka umat Islam pada 2017 berjumlah sekitar 228 juta jiwa.
Lalu mari kita bagi populasi umat islam ini dengan prosentase pendukung Prabowo berdasarkan sejumlah lembaga survei independen. Secara acak saya mengumpulkan data elektabilitas Prabowo dari tiga lembaga survei yakni Litbang Kompas, Lingkaran Survei Indonesia dan LSI Denny JA.
Hasilnya, survei Litbang Kompas pada Oktober 2018 menunjukkan bahwa pemilih Prabowo-Sandi mendapat 32,7 persen (sementara Jokowi-Kia Ma’ruf 52,6 Persen). Lingkaran survei Indonesia pada Oktober 2018 merilis bahwa elektabilitas Prabowo-Sandi 28,6 persen (sementara Jokowi-Kiai Ma'ruf 57,7 persen). 
Sementara itu, Survei LSI Denny JA pada Desember 2018 merilis bahwa elektablitas Prabowo-Sandi Uno 30,6 persen (sementara Jokowi-Kiai Ma'ruf 54,2).
Sederhananya, dari ketiganya, angka elektabilitas Prabowo pada akhir tahun lalu sebesar 30 persen dari penduduk Indonesia. Dari situ kita bisa memperkirakan bahwa jumlah pendukung Prabowo sekitar 68 juta dari 228 juta muslim Indonesia. 
Maka, dari analisa pertama jika yang dimaksud Neno dengan ‘tidak ada yang menyembah-Mu’ karena kekecewaan atas kekalahan Prabowo dalam Pilpres mendatang, maka besar kemungkinan yang dimaksud sebagai kelompok kecewa adalah 30 persen muslim Indonesia yang mendukungnya itu. Sementara sisanya tidak.
Lalu analisa yang kedua, jika yang dimaksud Neno, 'tidak disembahnya Allah' karena Pemerintah yang dipimpin selain Prabowo merekayasa kebijakan sedemikian rupa sehingga membuat umat Islam di Indonesia tak menyembah Allah (Nauzubillah), tetap saja akan ada yang menyembah Allah yakni muslim yang berada di luar Indonesia. Jika merujuk pada Adherenst.com, website yang mengumpulkan dan menginformasikan pemeluk agama didirikan tahun 1998, pada tahun 20012 saat penduduk dunia berjumlah 7,1 miliar orang, pemeluk agama Islam sebesar 1.8 miliar atau sebesar 24 persen dari populasi dunia. 
Secara pribadi saya berkeyakinan bahwa: Pertama, pemilih Prabowo tidak akan terganggu keimanannya sampai 'tidak menyembah Allah' hanya karena kandidat Presiden yang diusungnya kalah dalam Pilpres. Kedua, mustahil sekali pemerintah yang dipimpin selain Prabowo akan melakukan rekayasa sedemikian jahat sehingga membuat orang memutuskan tidak menyembah Allah. Ketiga, mayoritas populasi pemeluk Islam di muka bumi yang berjumlah 1.8 miliar tidak terpengaruh dengan Pilpres di Indonesia, sehingga ekstrimnya, apapun yang terjadi di Indonesia, pemeluk Allah akan tetap ada di muka bumi.
Kesimpulan saya, apa yang dikatakan Neno Warisman hanyalah ancaman kosong yang tidak memiliki landasan. Apalagi jika mengingat betapa semangatnya para kiai NU dalam menyebarkan Islam hingga pelosok negeri, masa depan Islam di Indonesia masih sangat cerah. Merujuk pada apa yang sering dikatakan ulama NU, selama NU masih ada Insyallah Islam akan terus lestari di Indonesia. Wallahu A'lam.

Panduan Memilih Istri Menurut KH Bisri Musthofa dalam Tafsir Al-Ibriz



Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh manusia maupun jin sebelumnya. (QS. Al Rahman: 56)

Dalam menafsiri ayat tersebut, KH Bisri Musthofa Rembang, berkata dalam kitab tafsirnya yang berjudul Al Ibriz li Ma'rifati Tafsiri Al Quran Al 'Aziz sebagai berikut:

Ana ing suwarga, ana ing panggung-panggunge lan gedung-gedunge, ana wadon-wadon kang ngeringkes paningal (ateges wadon-wadon kang tresna banget marang kakunge. Ora wadon-wadon kang mata keranjang). Selawase ora tahu kagepok dening menungsa sadurunge ahli suwarga, lan ora kagepok dening jin.

Ya, tafsir Nusantara yang berbahasa jawa bertuliskan arab pegon itu berbunyi:

Di surga, di panggung-panggung dan gedung-gedungnya, ada wanita-wanita (bidadari) yang membatasi pandangannya (maksudnya, wanita-wanita yang sangat mencintai suaminya, tidak wanita yang mata keranjang). Selama-lamanya (wanita itu) tidak pernah tersentuh oleh manusia sebelum ahli surga, dan tidak (pernah) tersentuh oleh jin.

Kiai Bisri menafsiri bahwa para bidadari-bidadari surga itu saking cintanya yang besar dan tulus terhadap suaminya. Maka mereka semua membatasi pandangannya, tidak pernah melirik sedikitpun terhadap suami ahli surga yang lainnya. 

Tidak pernah tergiur akan kegantengan suami ahli surga lainnya. Dan kesucian wanita-wanita surga itu pun juga terjamin, karena mereka sebelumnya tak pernah tersentuh oleh satu makhluk pun, baik dari golongan manusia maupun jin.

Yang menarik dari tafsir ini, adalah tentang pendapat Kiai Bisri tentang wanita di dunia yang  ia paparkan kemudian dalam kalam muhimmatun (penting) selanjutnya:

Wong-wong wadon dunya iku biasane lan umume yen banget ayune iku cok bisa gampang kepincut marang wong lanang kang den anggep bagus utawa luwih bagus katimbang kakunge.
Ia menjelasakan bahwa wanita-wanita dunia itu biasanya dan bahkan umumnya, jika kecantikannya di atas rata-rata terkadang mudah terpikat kepada laki-laki lain yang menurutnya ganteng, atau lebih rupawan dari pada suaminya sendiri.

Lebih lanjut dijelaskan:

Sebab wadon kang banget ayune iku sasat angger wong kepingin nyawang, mengko yen kebeneran penyawange wong lanang bagus iku bisa pas tatapan karo panglirike wadon, biasane banjur kaya ana setrume. 

Kiai Bisri kemudian memberikan analoginya. Wanita yang cantiknya di atas rata-rata, sewajarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk memandang elok wajahnya. Nah, nanti jika kebetulan bersamaan antara pandangan laki-laki rupawan dengan lirikan mata wanita itu biasanya akan timbul getaran yang menyerupai aliran listrik. Kalau sudah begitu, apa yang terjadi?

Mula wadon nuli arang-arang kang kuat naggulangi coba, mula banjur kedadean kang ora bagus.
Jika sudah seperti demikian. Sudah timbul getaran nafsu antara laki-laki rupawan dengan wanita yang cantik pula. Sangat jarang sekali di dunia ini, didapati wanita yang kuat menanggulangi cobaan berupa getaran nafsu tersebut. 

Maka dari itu, di kemudian hari sering ditemui hal yang kurang baik. Bisa jadi hubungan di luar pernikahan, bagi yang masih perawan. Atau bahkan perselingkuhan bagi wanita yang sudah bersuami. Na'udzubillah. 

Ulama kenamaan asal Rembang yang juga ayahanda dari KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) tersebut, kemudian memberikan anjuran kepada para pria dalam tafsirnya:

Mulane para kakung yen milih bojo, aja namung rupa. Senajan mungguhing rupa bijine namung nenem utawa pitu kurang, nanging yen atine patut dibiji songo, sak ora-orane wolu utawa pitu, mungguh aku luwih utama katimbang rupane bijine songo, nanging atine biji lima utawa papat, utawa katimbang rupane biji sepuluh, nanging mata keranjang. Wallahu a'lam.
Oleh karena itu, para lelaki jika memilih seorang istri jangan hanya menilai tingkat kecantikannya saja. Jika dikalkulasikan, andai ada seorang wanita kecantikannya hanya bernilai enam atau tuju kurang, tapi jika hatinya patut dinilai sembilan atau setidaknya delapan atau tujuh, menurutnya lebih utama. 

Daripada kecantikannya bernilai sembilan, tapi hatinya bernilai lima atau empat. Atau bahkan kerupawanannya bernilai sempurna, sepuluh misalnya, tapi mata keranjang. (itu lebih hina), wallahu a'lam.

Hal tersebut ternyata juga senada dengan hadits Rasulullah:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ خِصَالٍ : لِمَالِهَا وَجَمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَدِينِهَا ، 

Rasulullah menjelaskan bahwasannya wanita itu dinikahi atas empat perkara: adakalanya karena hartanya, karena kecantikannya, ada juga karena nasabnya, dan karena agamanya. Namun dalam hadits lanjutannya beliau berkata:

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Maka nikahilah wanita karena agamanya, maka tanganmu akan dipenuhi dengan debu.

Wanita, memang memiliki sejuta daya tarik terhadap pria. Setiap jengkal sisi tubuhnya, memiliki tingkat ketertarikan bagi kaum adam. Tidak hanya itu, kehidupannya yang penuh warna pun menjadikan daya tarik tersendiri bagi pria. 

Meskipun demikian, tetap para pria hanya dianjurkan untuk memilih wanita atas dasar agama sebagai kesimpulannya, tidak berdasar kecantikannya. Bagaimanapun, kecantikan akan pudar pada masanya.  

(Ulin Nuha Karim/Mundzir)

Minggu, 24 Februari 2019

Jakarta Tempo Doloe 1870 - 1970 ? #OrdeLama #Batavia

Semoga bermanfaat dan terhibur~

Apakah Asmaul Husna ? Benarkah 99 Asmaul Husna ? #KataUlama #Pendidikan2019

Assalamu'alaikum wr.wb..semoga bermanfaat~

Anak berzinah terus ? Begini Amalan-Nya.! #KataUlama




Pergaulan bebas semakin menghantui orang tua. Berbagai macam upaya lahir batin harus dilakukan dalam rangka memproteksi anak-anak supaya tidak terjerumus ke dalam lembah nista berupa zina. 

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, dalam syariat Islam zina muhshon (zina yang dilakukan orang yang pernah menikah) mempunyai level deretan hukuman tertinggi, eksekusinya sangat berat. 

Hukuman berat untuk orang yang melakukan zina muhshon adalah dilempari batu hingga meninggal. Ini jauh lebih berat dari pada qishas orang membunuh. Bagi pembunuh, walaupun ia berhak untuk dibunuh setelah melalui proses pengadilan, proses eksekusinya adalah dengan cara dipancung. Dipenggal lehernya, ia akan mati seketika atau hanya dalam hitungan menit. Tingkat sakitnya tentu lebih ringan daripada hukuman zina muhshon dengan dilempari batu yang proses matinya perlahan dan berdarah-darah. Wal 'iyadz billah.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh orang tua, selain menjaga anak secara fisik ragawi, juga harus diusahakan menjaga mereka secara batin, termasuk doa dan ritual khusus ketika berhubungan suami istri, hamil, proses persalinan sampai anak bertumbuh kembang hingga dewasa. Doa selalu dibutuhkan sebagai penguat ruhaniyah.

Dalam hal persalinan, Syaikh Ibrahim Al Bajuri mengatakan bahwa anak yang baru lahir disunahkan untuk dibacakan adzan pada telinga bagian kanan dan iqamah pada telinga kiri. Hal penting ini tidak mempedulikan entah anak tersebut dilahirkan dari rahim wanita Muslimah atau tidak, anaknya tetap sunnah diadzani.

 (ويسن أن يؤذن الخ) اي ولو من امرأة او كافر. وقوله ان يؤذن فى أذن المولود اليمنى اي ويقيم فى اليسرى لخبر ابن السني : من ولد له مولود فأذن فى أذنه اليمنى واقام فى اليسرى لم تضره ام الصبيان اي التابعة من الجن وهي المسماة عند الناس بالقرينة. ولانه صلى الله عليه وسلم أذن فى اذن سيدنا الحسين حين ولدته فاطمة عليهما السلام رواه الترمذى. وقال حسن صحيح. 

Artinya: “(Dan disunahkan adzan) maksudnya meskipun (dilahirkan) dari wanita atau orang kafir. Adapun perkataan pengarang (Fathul Qarib) dibacakan adzan pada telinga anak yang kanan maksudnya juga dibacakan iqamah pada telinga kiri. Sebagaimana hadits Ibnus Sunni "Barangsiapa diberikan anugerah anak kemudian ia membacakan adzan di telinganya bagian kanan dan iqamah bagian kiri, anaknya tidak akan diganggu ummus shibyan, maksudnya adalah wanita pengikut jin atau yang terkenal dengan nama qarinah. Dan karena Rasulullah SAW membacakan adzan pada telinga Sayyid Husain saat dia dilahirkan oleh Fathimah alaihimas salam. Hadits ini diceritakan oleh At Tirmidzi. Menurut dia, hadits ini kualitasnya hasan shahih. (Lihat Ibrahim, Al Bajuri [Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah], vol. 2, h: 572)

Adzan iqamah ini, menurut Imam Al Bajuri, selain dalam rangka menghindarkan mereka dari gangguan wanita pengikut jin (ummus shibyan) atau qarinah (qarin perempuan) juga menjadi media pengenalan mereka pada tauhid sejak dini. 

Jadi suara pertama kali yang dikenalkan kepada anak adalah kalimat tauhid sebagaimana kalimat terakhir yang perlu ditalqinkan kepada orang yang akan meninggal adalah kalimat La ilaha illah. 

ويكون اعلامه بالتوحيد أول ما يقرع سمعه حين قدومه الى الدنيا كما يكون آخر ما يسمعه بالتلقين حين خروجه منها فانه ورد لقنوا موتاكم لا اله الا الله
Artinya: “Adzan ini merupakan media mengenalkan anak kepada tauhid (pengesaan Tuhan) di saat pertama kalinya diketukkan  pada telinga anak ketika dia datang di dunia sebagaimana talqin yang diajarkan pada waktu dia akan meninggalkan dunia. Sebab ada hadits yang mengatakan ‘talqinkan orang mati kalian dengan La ilaha illallah."
Selain mengutip hadits Rasul, Syaikh Ibrahim juga mengijazahkan sebuah amalan yang beliau dapat dari Syaikh Ad Dairobiy yang didapatkan dari para masyayikh atau guru-guru beliau, supaya anak yang baru lahir dibacakan surat Al Qadar (Inna Anzalnahu). Anak yang dibacakan ini tidak akan ditakdirkan oleh Allah akan melakukan zina sepanjang hayatnya. 
فائدة : نقل عن الشيخ الديربى أنه يسن أن يقرأ فى أذن المولود اليمنى سورة إنا أنزلناه، لأن من فعل به ذلك لم يقدر الله عليه زنا طول عمره. قال هكذا أخذناه عن مشايخنا.

Artinya : Dikutip dari Syaikh Ad Dairobiy bahwa sunah untuk dibacakan pada telinga anak, surat Inna Anzalnahu. Sebab orang yang melakukan ini, Allah tidak akan menakdirkan dia zina sepanjang hidupnya. Ad-Dairobi berkata, demikianlah yang kami dapat dari para guru kami. (Lihat Ibrahim, Al Bajuri, [Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah], v:2, h: 572). 

Kesimpulannya, bagi anak yang baru lahir dari rahim ibunya, selain dibacakan adzan pada telinga kanan dan iqamah di telinga kiri juga perlu dibacakan surat al-Qadr pada telinga bagian kanan. 

Adapun yang membacakan tidak harus ayahnya sendiri. Terbukti, ketika lahirnya Husain, bukan Sayyidina Ali sebagai ayahnya yang membacakan adzan namun justru orang paling mulia dari antara mereka, yaitu Rasulullah SAW yang tidak lain adalah kakeknya. Wallahu a'lam. (Ahmad Mundzir) 

Sabtu, 23 Februari 2019

Bandung Tempo Dulu ? Dulu Tempo Bandung ? Bandung Juara Pisan #Dilan1991...






“Dan Bandung, bagiku, bukan cuma masalah Geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan”. Begitulah gambaran Bandung menurut seorang musisi sekalius penulis, Pidi Baiq. Bandung memang menjadi salah satu kota yang paling banyak dikunjungi ketika liburan tiba. Bukan hanya karena sejuk dan dingin, Bandung juga terkenal karena menawarkan berbagai macam tempat wisata yang indah. Tak hanya itu saja, Bandung juga dikenal sebagai kota sejuta kuliner. Karena banyak sekali jajanan khas Bandung yang nikmat sekaligus ramah di kantong.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Bandung merupakan kota yang banyak menawarkan tempat untuk berfoto ria. Kalau istilah kerennya ‘instagramable’. Banyak sekali tempat-tempat yang bisa dijadikan spot untuk mengambil foto. Bagi kamu yang pernah tinggal di Bandung walau hanya beberapa hari, pasti kamu setuju jika Bandung adalah salah satu kota yang paling dirindukan karena keindahannya.

Namun, keindahan Bandung ternyata sudah ada sejak zaman dahulu kala. Zaman di mana Bandung masih terlihat lenggang dan sepi. Bahkan Bandung tempo dulu terlihat seperti di sudut-sudut kota Eropa. Jadi bukan tanpa alasan kenapa Bandung dijuluki “Paris Van Java”. Bandung dan Paris sama-sama memiliki keindahan dan sisi keromatisan yang sulit untuk dilupakan oleh para warganya. Nah, di bawah ini ada beberapa foto keindahan Bandung tempo dulu yang terlihat seperti Kota Paris.


Kamis, 21 Februari 2019

APA ITU ULAMA ? ULAMA ITU APA ? #2019gantiPresiden #Jokowi2Periode

Terlihat jelas bahwa wacana politik identitas ini mulai kerap muncul di masa-masa pemilihan presiden (pilpres) 2019, tepatnya sejak para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ditetapkan oleh partai koalisi. Dari tiba-tiba menyebut pasangan calon yang diusungnya sebagai santri hingga terkahir mengkristal disebut sebagai ulama. Ini politik nihil substansi karena bangsa Indonesia tidak hanya berisi orang-orang Islam, tetapi juga umat agama lain. Jangan sampai umat agama lain yang juga bagian dari bangsa Indonesia apatis dalam partisipasi membangun bangsa sebab yang diwacanakan hanya persoalan itu-itu saja.

Akhirnya, sampailah tulisan ini pada persoalan penyebutan ulama. Penyematan gelar ulama tidak dapat dilakukan secara srampangan, semena-mena, tanpa ajar dan dasar, apalagi hanya untuk kepentingan politik praktis. Nabi Muhammad SAW menyebutkan, al-‘ulama waratsatul anbiya’, ulama merupakan pewaris para Nabi. Warisan Nabi tidak hanya ilmu agama, tetapi juga keistimewaan dan akhlak mulia terhadap sesama makhluk Allah di muka bumi.

Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dalam bukunya Secercah Tinta (2014) menjelaskan tentang siapakah ahli dzikir itu. Ia menyatakan bahwa ahli dzikir adalah para wali dan para ulama yang dalam hatinya terdapat rasa takut (khasyyah) kepada Allah SWT. Dalam QS Al-Anbiya ayat 7 disebutkan bahwa ahli dzikir ialah orang-orang berilmu. Namun, perlu dipahami bahwa ahli dzikir bukan sekadar orang yang pintar. Itu artinya semua orang pintar bukan berarti ahli dzikir. Dengan kata lain, semua orang pintar tidak bisa dikatakan sebagai ulama.

Al-Ulama' Warasatul Anbiya' Ulama Pewaris Himpunan 40 Hadis Nabi Muhamma...

Mengapa kalian harus hidup mengikuti Nabi Muhammad SAW ?

Apakah Sholat Jumat Harus Ganteng ? Bagaimana Hukumnya ?





Shalat Jumat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap Muslim laki-laki yang telah memenuhi syarat-syarat wajibnya. Shalat Jumat tidak beda dengan shalat fardlu lima waktu yang rutin dilakukan setiap hari, sama-sama merupakan ibadah yang seharusnya setiap Muslim sadar betul akan kewajibannya.

Meski demikian, kesadaran tersebut belum bisa tertanam dengan baik bagi sebagian orang. Mungkin karena kepentingan tertentu, terkadang dalam menjalankannya disertai dengan niat pamer. Pertanyaannya adalah, bagaimana hukum Jumatan dengan tujuan pamer?

Masalah ini perlu disikapi dalam dua sudut pandang. Pertama, berkaitan dengan keabsahan Jumat. Kedua, berkaitan dengan pahala Jumat.

Pertama, berkaitan dengan keabsahan.

Seseorang yang melaksanakan Jumatnya disertai dengan niat pamer, tetap sah jumatannya asalkan disertai dengan tata cara niat shalat Jumat yang benar saat takbiratul ihram dan telah terpenuhi syarat rukun Jumat.

Yang menjadi masalah adalah ketika ia murni melakukan Jumatan karena tujuan pamer, semisal saat takbiratul ihram ia berniat “saya niat jumat karena pamer”. Jika demikian adanya, maka hukumnya tidak sah dan haram, ia berkewajiban mengulangi shalatnya.

Al-Imam Al-Ghazali menegaskan:

أما العبادات كالصدقة والصلاة والصيام والغزو والحج فللمرائي فيه حالتان  إحداهما أن لا يكون له قصد إلا الرياء المحض دون الأجر وهذا يبطل عبادته لأن الأعمال بالنيات وهذا ليس بقصد العبادة لا يقتصر على إحباط عبادته حتى نقول صار كما كان قبل العبادة بل يعصي بذلك ويأثم كما دلت عليه الأخبار والآيات

Artinya, “Adapun beberapa ibadah seperti sedekah, shalat, perang dan haji, maka orang yang pamer di dalam hal tersebut memiliki dua kondisi. Pertama, murni bertujuan pamer, bukan pahala. Yang demikian ini dapat membatalkan ibadahnya, karena keabsahan amal bergantung kepada niat. Yang demikian ini bukan tujuan ibadah, tidak terbatas kepada leburnya pahala sehingga kita berpendapat statusnya sama seperti sebelum dilaksanakannya ibadah. Namun, (lebih dari itu), ia makshiat dan berdosa karena hal tersebut, sebagaimana yang ditunjukan oleh beberapa hadits dan ayat al-Quran,” (Lihat Hujjatul Islam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, Ihya Ulumid Din pada hamisy Ithafus Sadatil Muttaqin, juz X, halaman 95).

Kedua, berkaitan dengan pahala Jumat.

Ibadah yang telah terpenuhi syarat rukunnya, belum tentu berpahala dan diterima di sisi-Nya. Bisa jadi keabsahannya hanya untuk menggugurkan kewajiban atau menghilangkan dosa. Sebagaimana Shalat Jumat yang disertai niat pamer, meski hukumnya sah dan boleh, namun tidak mendapat pahala Jumat.

Ulama menegaskan, segala ibadah yang disertai niat pamer dapat menghilangkan pahala ibadah yang telah dilakukan, termasuk dalam persoalan Jumatan.

Al-Imam Al-Ghazali menegaskan:

هذا إذا لم يقصد الأجر فأما إذا قصد الأجر والحمد جميعا في صدقته أو صلاته فهو الشرك الذي يناقض الإخلاص  وقد ذكرنا حكمه في كتاب الإخلاص ويدل على ما نقلناه من الآثار قول سعيد بن المسيب وعبادة بن الصامت إنه لا أجر له فيه أصلا

Artinya, “Yang demikian bila tidak bertujuan pahala. Sedangkan bila bertujuan pahala dan agar dipuji di dalam shalat atau sedekahnya, maka tergolong syirik yang bertentangan dengan ikhlas. Telah kami tuturkan hukumnya dalam bab ikhlas. Apa yang kami kutip dari beberapa atsar dikuatkan oleh statemennya Said bin Musayyib dan Ubadah bin al-Shamit, sesungguhnya tidak mendapat pahala sama sekali bagi orang yang pamer,” (Lihat Hujjatul Islam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumid DinIhya Ulumid Din pada hamisy Ithafus Sadatil Muttaqin, juz X, halaman 95).

Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menegaskan bahwa persoalan pamer ini tidak bisa dianalogkan dengan kasus beribadah dengan tujuan duniawi seperti haji disertai niat berdagang, berwudhu disertai niat membersihkan badan dan lain sebagainya.

Dalam persoalan tersebut ulama berbeda pendapat mengenai status gugurnya pahala. Namun, untuk persoalan ibadah dengan niat pamer, ulama sepakat dapat menggugurkan pahala. Ia menegaskan:

قوله : (من أمر دنيوي) أي غير الرياء أما هو فإنه محبط للثواب مطلقاً للحديث القدسي : (أنا أغنى الشركاء عن الشرك فمن عمل عملاً أشرك فيه غيري فأنا منه بريء وهو للذي أشرك) . والمراد بالقصد الدنيوي مثل نية التبرد والتنظف ونحو ذلك

Artinya, “Ucapan Syekh Khatib dari perkara duniawai, maksudnya selain pamer. Adapun pamer maka dapat menghilangkan pahala secara mutlak, berdasarkan firman Allah dalam hadits Qudsi, “Aku yang paling tidak butuh disekutukan. Barang siapa yang beramal, ia menyekutukan selainKu di dalamnya, maka aku terbebas darinya. Ia menjadi milik perkara yang ia jadikan sekutu”. Sedangkan yang dikehendaki dengan tujuan duniawi adalah niat menyegarkan, niat membersihkan badan dan sejenisnya (bukan niat pamer),” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Iqna’, juz I, halaman 198).

Berkaitan dengan bahaya memamerkan ibadah, Syekh Jamaluddin Al-Qasimi mengatakan:

وقسم من الرياء دون الأول بكثير كمن يحضر الجمعة أو الصلاة ولولا خوف المذمة لكان لا يحضرها أو يصل رحمه أو يبر والديه لا عن رغبة لكن خوفا من الناس أو يزكي أو يحج كذلك فيكون خوفه من مذمة الناس أعظم من خوفه من عقاب الله وهذا غاية الجهل وما أجدر صاحبه بالمقت

Artinya, “Dan satu bagian dari pamer di bawah level pertama dengan banyak perbedaan, yaitu seperti orang yang menghadiri Jumat atau shalat. Bila tidak takut dicela manusia, ia tidak menghadirinya. Bersilaturrahim atau berbakti kepada kedua orang tua, bukan karena cinta, namun karena takut kepada manusia, demikian pula saat berzakat atau haji. Ketakutannya kepada manusia lebih besar dari pada takutnya kepada siksa Allah. Yang demikian ini adalah puncaknya kebodohan. Sungguh alangkah pantasnya bagi sang pelaku mendapat murka Allah,” (Lihat Syekh Jamaluddin Al-Qasimi, Mauizhatul Mu’minin min Ihya’i Ulumid Din, juz I, halaman 235).

Demikianlah penjelasan mengenai hukum shalat Jumat dengan tujuan pamer. Meski dinyatakan sah secara fikih sepanjang ketentuan pelaksanaannya terpenuhi, namun alangkah sangat meruginya bila ibadah Jumat yang telah susah payah dilakukan tidak mendapat nilai pahala. Semoga kita terhindar dari rasa pamer dalam beribadah.

(Ustadz M Mubasysyarum Bih)

Rabu, 20 Februari 2019

Perjuangan NU melawan Partai Komunisme Indonesia



Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam pusaran politik pasca-kemerdekaan mendapat tantangan yang tidak semakin mudah karena menghadapi penjajahan dalam bentuk lain. Penjajahan tersebut muncul dalam bentuk pemberontakan atau bughot terhadap pemerintahan yang sah, baik dari kelompok Islam konservatif maupun dari komunisme yang mewujud dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bagi NU, pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara harus diiringi nilai-nilai agama. Namun, NU tidak merekomendasikan sama sekali negara berdasarkan formalisme agama. Sebab itu, meskipun masuk dalam golongan atau faksi Islam dalam sidang Majelis Konstituante, NU sepakat Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dengan dijiwai Piagam Jakarta.
Ketentuan menjalankan syariat Islam seperti tertuang dalam Piagam Jakarta cukup hanya menjiwai dasar negara, bukan sebagai dasar negara itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan berbangsa dan bernegara tetap dijiwai oleh nilai-nilai agama Islam dan spiritualitas secara umum.
Pada rentang tahun 1957-1959, Majelis Konstituante memang sedang membahas rancangan dasar negara. PKI masuk dalam faksi Pancasila. Namun, dasar negara Pancasila yang PKI perjuangkan hanya kamuflase politik karena yang diperjuangkan justru materialisme historis yang ateis.
KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (LKiS, 2013) mengungkapkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa yang termaktub dalam sila pertama dalam Pancasila ingin diubah menjadi “Kemerdekaan Beragama” oleh PKI. Padahal, “Kemerdekaan Beragama” merupakan esensi dasar demokrasi Pancasila. Pemerintah Indonesia menganjurkan setiap warga negara memeluk agama dan menjalankannya berdasar keyakinan masing-masing.
Upaya penjajahan dalam bentuk lain yang dilakukan PKI, pertama bisa dilihat dari usaha penetrasi ideologi komunis. Kedua, PKI melakukan pemberontakan fisik. Upaya bughot yang dilakukan PKI menelan banyak nyawa, termasuk dari kalangan NU yang sedari awal berjuang melawan ideologi komunis. NU melakukan perlawanan terhadap PKI di medan politik dan di lapangan selama kurun waktu 17 tahun.
Terkait penetrasi ideologi komunis, Abdul Mun’im DZ dalam Benturan NU-PKI 1948-1965 tidak terlepas dari perang global saat itu, yaitu Perang Dunia II. Marxisme merupakan pemikiran yang lahir dari filsafat Barat yang berjuang melawan perkembangan kapitalisme. Namun, keduanya lahir dari budaya yang sama, keduanya sama-sama ateis dan materialis. Karena itu, sekeras apapun permusuhan kedua saudara sekandung tersebut bisa ketemu dan saling bergandengan bahu-membahu.
Kapitalisme dan imperialisme Barat bisa bergandengan tangan dengan komunisme Soviet dalam menghadapi fasisme Nazi, Jepang, dan Italia dalam Perang Dunia II. Begitu juga dengan kolonialisme Belanda yang kapitalis itu bisa bekerja sama dengan komunisme yang sosialis dalam menghadapi Jepang dan dalam pemberontakan Madiun.
Para kiai NU tidak menutup mata, bahkan melek terhadap penetrasi ideologi itu. Sedari awal kalangan pesantren menolak segala bentuk penjajahan atau kolonilaisme, baik saat Belanda dan Jepang menjajah bangsa Indonesia. Namun, para kiai tidak terkecoh dan tidak melibatkan diri dalam pertarungan antara komunisme dan kolonialisme di Indonesia. Karena keduanya sama-sama ateis dan sama-sama imperialis.
Dengan tegas KH Idham Chalid dalam perhelatan Hari Lahir ke-39 NU di Jakarta mengatakan bahwa politik non-komunis atau anti-komunis yang dijalankan NU tidak hanya untuk menghadapi komunisme saja, tetapi NU akan berhadapan dengan segala bentuk la diniyun (sekularisme) dan segala bentuk zanadiqoh(ateisme). Karena keduanya merupakan satu-kesatuan sebagai musuh NU. (Lihat Verslaag Muktamar ke-22 NU tahun 1959 di Jakarta, dalam Abdul Mun’im DZ)
Bahkan jauh sebelumnya, Pendiri NU Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari pada tahun 1947 mengingatkan bahaya ajaran materialisme historis yang ateis itu bagi bangsa Indonesia. Karena konsep yang sedang dikembangkan secara gencar oleh PKI yaitu menyerukan pengingkaran terhadap agama dan pengingkaran terhadap adanya akhirat. (Lihat Naskah Khotbah Iftitah KH Hasyim Asy’ari pada Muktamar ke-14 NU di Madiun tahun 1947)
Terkait strategi dalam menghadapi PKI itu ditegaskan kembali oleh KH Saifuddin Zuhri (2013: 502) dalam sebuah tulisannya yang menyatakan bahwa: “Dengan dalil agama sebagai unsur mutalk dalam nation building, maka kita dapat menyingkirkan kiprah PKI di mana-mana. Bahkan kita bisa menumpas segala bentuk ateisme, baik ateisme yang melahirkan komunisme maupun ateisme yang melahirkan kapitalisme, liberalisme, atau fasisme. Setiap ideologi yang berbahaya tidak hanya bisa dilawan dengan kekerasan dan senjata, tetapi juga harus dihadapi dengan kesadaran beragama.”
Karena dari awal sudah memahami gerak-gerik PKI dengan komunismenya, tidak sulit bagi NU untuk mengidentifikasi siapa dalang dari pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G 30 S) di Madiun dan di beberapa daerah dengan melakukan penculikan dan perbuatan sadis lainnya. Sebab saat itu, belum banyak yang mengetahui siapa dalang bughot tersebut.
NU mengidentifikasi bahwa percobaan perebutan kekuasaan melalui pemberontakan fisik didalangi oleh PKI. Karena itu, pada tanggal 3 Oktober 1965, ketika banyak orang belum mengetahui siapa dalang G 30 S, NU telah menuntut agar pemerintah membubarkan PKI. (Fathoni)

Apakah arti dari Wallahu A'lam ?






PENULIS artikel keagamaan (Islam) atau media Islam lazimnya mengakhiri tulisan dengan kalimat Wallahu a’lam (artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Mahatahu/Maha Mengetahui).

Sering ditambah dengan bish-shwabi. menjadi Wallahu a’lam bish-shawabi yang artinya “Dan Allah Mahatahu yang benar/yang sebenarnya”. Shawabi = benar/kebenaran.

Hal itu untuk menunjukkan, Allah Swt-lah yang mahatahu atau lebih tahu segala sesuatu dari kita. Hanya Allah yang Mahabenar dan Pemilik Kebenaran mutlak. Kebenaran yang kita tuliskan itu relatif, nisbi, karena kita manusia tempat salah dan lupa.

Namun coba perhatikan, banyak yang keliru dalam penulisannya, yaitu dalam penempatan koma di atas (‘).


Catatan: sebutan “koma di atas” untuk tanda baca demikian sebenarnya tidak tepat, tapi disebut “tanda petik tunggal” juga tidak tepat karena petik tunggal itu begini ‘…’ dan bukan pula “apostrof” (tanda penyingkat untuk menjukkan penghilangan bagian kata) karena dalam kata itu tidak ada kata yang dihilangkan/disingkat. Kita sepakati aja deh ya, namanya “koma di atas”.

Penulisan yang benar, jika yang dimaksud “Dan Allah Mahatahu” adalah Wallahu a’lam (tanda koma di atas [‘] setelah huruf “a” (alif) atau sebelum huruf “l” (lam). Tapi sangat sering kita jumpai penulisannya begini: Wallahu ‘alam (koma di atas [‘] sebelum huruf “a”).


Jelas, Wallahu A’lam dan Wallahu ‘alam berbeda makna:

1. Wallahu a’lam artinya “Dan Allah Mahatahu/Maha Mengetahui atau Lebih Tahu”.

2. Wallahu ‘alam artinya “Dan Allah itu alam”, bahkan tidak jelas apa arti ‘alam di situ? Kalau ‘alamin atau ‘aalamin, jelas artinya alam, seperti dalam bacaan hamdalah –alhamdulillahi robbil ‘alamin.


SEMOGA MENJADI ILMU YANG BERMANFAAT...